MAWAR ATAUKAH MELATI

Ketika aroma bahagia tiada lagi mengharum relung jiwa, pelataran hati menjadi sepi, taman jiwa menjadi sunyi, hingga kidung asmara yang merdu merayu, membenam harapan pada jejak asmaraku yang kian tumbang.

Rasanya tiada kuat aku menahan dikala kejujuran telah membuat mimpiku terpenggal, hingga bagai petir menyambar hatiku terguncang, bagai ombak menggulung jiwaku terbenam kedasar palung.

Sakit, mungkin terlalu sakit disaat rinduku kau abaikan, disaat sayangku kau campakan, hingga getar bibir yang bicara bagai tiada mampu untuk bersuara.

Karena hatiku bukanlah karang yang mampu menahan dikala murka laut datang menghujam, jiwaku bukanlah batu yang dapat membisu dikala cintamu harus berlalu, namun aku hanya sebongkah salju yang terlalu rapuh untuk bisa jauh darimu.

Entah kemana harus kubawa pedih?, disaat engkau sudah tiada peduli, entah bagaimana aku bersandar kasih?, sedang mimpipun telah sirna sebelum pajar pagi. 

Ingin rasanya kulempar bingkai cinta, hingga hancur dan terkubur bersama kenangan indah yang terlalu sulit untuk terlupa.

Namun kini barulah aku menyadari, bahwa cinta yang tersentuh hanyalah sepenggal mimpi, dan rupanya aku telah terdaya akan permainan asmara yang begitu
– I N D A H –